Keagungan Cinta

Sayidina Ali bin Abi Thalib Berkata "Saling Mencintai Adalah Sebagian Dari Kebijaksanaan" (dalam Buku : Balada Cinta Suci Fatimah & Ali)
Syahri Ramadhan Tadun El-Minangkabawy

Minggu, 17 Januari 2010

Esensi Tauhid Dalam Ibadah Qurban

Tauhid adalah Pelajaran Besar Dari Ibadah Qurban

Oleh: Syahri Ramadhan, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

“ Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus”. (QS. Al-Kautsar: 1-3)

Salat idul adlha baru saja kita dirikan. Insya Allah tahun depan kita masih berjumpa dengannya. Syari’at memerintahkan bagi orang yang mampu (memiliki kelebihan harta) untuk melaksanakan qurban di hari-hari yang Allah telah tentukan yaitu pada sehari raya adlha dan hari-hari tasyrik yaitu pada tanggal 11, 12, 13 dzulhijah. Syari’at ini banyak dilaksanakan oleh umat Muslim di seluruh penjuru dunia, seluruh bangsa, baik di barat maupun di timur, utara maupun di selatan , di desa mapun di kota. Namun, tidaklah semua shahibul qurban atau umat Muslim memahami I’tibar dibalik syari’at ibadah qurban ini. Sehingga, qurban hanya tinggal qurban, tanpa menyisakan benih-benih tauhid yang harus dipupuk agar semua ibadah yang telah dilakukan ikhlas karena Allah.

Pelajaran yang berharga dari ibadah qurban itu adalah tauhid, tauhid dalam beribadah ibarat wudhuk dalam melaksanakan shalat. Tidak sah salat jika kita tidak berwudhuk, begitu juga ibadah tidak akan diterima oleh Allah Swt jika tidak dengan tauhid, artinya ibadah yang disertai oleh unsur-unsur syirik, meniatkan ibadah selain kepada Allah, beribadah bukan karena mengharap ridha Allah, maka ibadahnya ditolak.

Didalam Qur’an surat al-Kautsar Allah Swt dengan sangat jelas mengatakan “Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”. Jadi hakikatnya ibadah yang kita lakukan hanya diperuntukkan kepada Allah Swt, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am : 162-163) . Begitui juga dengan qurban. Ibadah qurban merupakan millah Nabi Ibrahim yang kemudian juga disyari’atkan kepada umat Muhammad Saw. Kalau kita meninjau kembali bagaimana keteguhan hati Ibrahim as. dalam menegakkan kalimat tauhid mempersembahkan seluruh kehidupan dan ibadahnya hanya untuk Allah Swt. Kita akan memahami betapa hanif dan patuhnya Ibrahim as. kepada Allah Swt.

Pertama kali ibadah qurban disyari’atkan kepada Ibrahim as menitipkan pesan tauhid yang sangat berharga, karena Allah bukan memerintahkan Ibrahim as untuk berqurban seperti yang kita lakukan sekarang. Allah perintahkan kepada Ibrahim as yang hanif untuk berqurban dengan menyemblih anaknya Isma’il as yang pada waktu itu usianya masih kanak-kanak dan Isma’il as adalah satu-satunya putra yang sangat ia sayangi dan merupkan anak yang ia dapatkan setelah sekian tahun lamanya dia nanti-nantikan. Godan dari iblis pun dating silih berganti untuk mengurungkan niat Ibrahim untuk menyemblih Isma’il. Namun, karena kecintaan Ibrahim kepada Allah Swt melebihi kecintaannya kepada apa pun di dunia ini dan keyakinannya yang mantap bahwa itu adalah perintah Allah swt walaupun hanya disampaikan melalui mimpi tidak menggoyahkan niatnya untuk mengurbankan Isma’il. Allahu Akbar, pada saat penyemblihan Isma’il diganti oleh Allah Swt dengan seekor kibas.

Umat Muslim saat ini memang tidak dituntut untuk mambuktikan ketauhidannya seperti pengorbanan yang dilakukan oleh Ibrahim as. Mugkin, umat Muslim saat ini menghadapi versi yang berbeda dengan Ibrahim dalam proses mentauhidkan Allah Swt. Namun intinya sama, godaan yang datang saat ini siap menggoyahkan iman umat Islam yang lemah imannya. Realitanya, masih banyak umat Islam yang masih percaya tahayul, perdukunan, ramalan, penyembahan terhadap benda-benda yang mereka anggap kramat dan tidak sedikit kita lihat di layar televisi yang memfasilitasi praktek kesyirikan dengan memunculkan peramal-peramal sesuai dengan bidang mereka, mulai dari pekerjaan, jodoh, nasib, dll. Tidak sedikit orang yang percaya dengan ramalan mereka yang notabenenya adalah umat Islam. Ini terbukti dengan menjamurnya para dukun di televise karena pihak-pihak tertentu meraih keuntungan yang tidak sedikit dari program mereka itu.

Melaui ibadah qurban inilah kita sebagai orang yang berakal kembali memurnikan tauhid kepada Allah Swt. Karena modal dasar kita ke sorga adalah tauhid, syarat diterima ibadah kita di sisi Allah adalah tauhid. Jika boleh kita logikakan ‘bagaimana kita mau hidup jika ruh yang memberi kehidupan dalam jiwa dan raga kita telah pergi meninggalkan kita’.

Tauhid telah lama ditanamkan kedalam diri seseorang, bahkan sebelum manusia lahir Allah telah menanamkan tauhid “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS. al-A’raf: 172). Namun, jika tidak dipupuk dengan amalan yang benar maka dia akan sirna seperti hilangnya ruh dari dalam diri manusia. sehingga diri dan jiwa manusia akan mati, dan membusuk.

Mengenali Kepribadian Munafik

MUNAFIK

I. Definisi Operasional

Nifak atau munafik adalah merupakan lawan dari kata “terus terang” atau “terang-terangan”. Dengan kata lain, nifak berarti “menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung di dalam hati”. Nifak mempunyai dua bagian : (1) bertalian dengan masalah aqidah, dan masalah ini yang paling membahayakan, (2) bertalian dengan perkataan atau perbuatan, dan untuk masalah yang kedua ini lebih ringan dosanya dari pada yang pertama. (Abu Ahmadi, 1991). Ansory Al-Mansor (1998) mangatakan bahwa munafik berasal dari bahasa arab yang artinya menyembunyikan dalam hati : hatinya berlawanan dengan yang lainnya, lain di mulut, lain di hati, lain dikata lain diperbuat, ketidak cocokan antara perkataan dan perbuatan.

Munafik dalam arti syara’ adalah menyembunyikan kekafiran di dalam hatinya dan menampakkan iman dengan lidahnya. Orang seperti ini mengaku beriman akan tetapi tidak mau melakukan kewajiban-kewajiban orang beriman lainnya.

Firman Allah Swt, QS. Al-Baqarah ayat 14 :

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami Telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka[25], mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok."

Hadis Nabi Saw dari Abu Hurairah yang terdapat di dalam kitab al-hadis Bukhari dan Muslim :

Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : bila berkata selalu bohong, bila berjanji selalu tidak di tepati, dan bila dipercaya selalu berkhianat”.

Hadis Mutafaq ‘alaih :

“Dan bagi keduanya dari hadis Abdillah Ibnu ‘Umar : Dan apabila berbantahan ia keluar dari batasnya”.

Dalam Kitab Bulughul Maram kedua hadis di atas ditafsirkan (1) ashal ma’na nifaq ialah menampakkan sesuatu yang baik, sedangkan bathinnya tidak begitu, (2) maka orang yang manampakkan ke-Islamannya, tetapi bathinnya tidak, itu dinamakan munafik. Nifaq yang begini, hukumnya tidak lain melainkan kufur, (3) dipakai juga kalimat munafik dengan arti orang yang nampakknya baik dan benar, tetapi senarnya ia sebalik itu, misalnya ;

a) Seorang berkata-kata dan pendengarnya menyangka dia benar padahal dia tidak benar.

b) Seorang berjanji kepada orang yang menyangka dia akan sempurnakan tetapi tidak dia sempurnakan.

c) Seorang diberi amanat dengan persangkaan orang yang member amanat itu, bahwa ia akan tunaikan tetapi kejadiannya ia berkhianat.

Abdul Mujib mengatakan dalam Bukunya “Kepribadian Dalam Psikologi Islam” (2006) bahwa nifaq merupakan karakter orang munafik yang merupakan psikopatologi. Ia menipakan akumulasi dari berbagai konflik batin dan penyakit mental. Penderitanya tidak mampu menghadapi kenyataan yang sebenarnya, sehingga ia berdusta jika berbicara, mengingkari jika terlanjur berjanji, dan menipu bila dipercaya.

Kemudian menurut Abdul Mujib, indikator-indikator gangguan kepribadian Islam dapat dibagi kedalam beberapa aspek, antara lain :

Ø Suka menipu (QS. An-Nisa’ : 142)

Ø Menyembunyikan kejelekan di dalam hatinya dan takut diketahui orang lain (QS. At-Taubah : 64)

Ø Perbuatannya dalam kefasikan atau dosa (QS. At-Taubah : 67)

Ø Sikapnya suka berdusta (QS. Al-Munafiqun : 1)

Ø Orang munafik dikelompokkan kepada golongan orang-orang yang memiliki penyakit di dalam hatinya, sebab manganggap janji-janji Allah dan Rasul-Nya hanya sebagai tipu daya belaka. Firman Allah Swt “Dan ingatlah! Ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang bepenyakit di dalam hatinya berkata : “Allah dan Rasulnya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya. (QS. Al-Ahzab : 12). Table dibawah ini merupakan ilusi kepribadian mufik.

Table

Kepribadian Munafik

Motif

Symptom kejiwaan

Gangguan penyesuaian dan pengembangan diri

Ingin mendapatkan keuntungan sesaat

Menipu orang lain dengan cara:

Ø Berdusta atau berbohong

Ø Ingkar janji

Ø Berkhianat terhadap amanah

Ø Perilaku maladaptive misalnya narsistik dan antisosial

Kesulitan melakukan penyesuaian dan pengembangan diri karena jiwanya yang plin-plan dan tidak pegang komitmen.

II. Aspek-Aspek Yang Dukur

Berdasarkan devinisi operasional yang telah dikemukakan di atas, maka aspek-aspek yang diukur untuk mengetahui kepribadian orang munafik bisa dibuat skala dan kemudian di angkakan (statistik). Dari indikator-indikator kepribadian munafik bisa dikembangkan lagi menjadi indikator yang lebih spesifik dan mudah untuk diukur dengan melihat intensitas kemunculan perilaku yang menunjukkan sikap orang munafik atau pola-pola sikap dan perilaku yang yang mengarah kepada indicator sifat nifaq.

Memang tidak semua sikap orang munafik bisa diangkakan misalnya tidak memahami ajaran agama, senang malihat penderitaan dan dengki melihat kebahagiaan orang lain, lebih memperhatikan penampilan zahir daripada penampilan batin, bersembunyi dari manusia dan menantang Allah dengan dosa, sedikit berzikir, lupa kepada Allah, mengingkari takdir, mencari perlindungan selain Allah, mempermainkan keimanan, enngan bertaubat, membeli kesesatan dengan petunjuk, tidak mau tunduk kepada hukum Allah. Namun, bukan berarti prilaku ini tidak bisa diukur. Walaupun tidak bisa dihitung atau diangkakan karena perilaku ini merupakan perbuatan hati. Tapi perilaku ini bisa dilihat dan dipersepsi berdasarkan sikap-sikap yang muncul.

Perilaku orang munafik yang bisa diangkakan berdasarkan intensitas kemunculannya, misalnya; suka berdusta, suka memamerkan amalnya, takabur, bersumpah palsu, meninggalkan salat berjama’ah, bakhil, khianat, suka melakukan tipu daya, mencaci maki, mempercepat salat, malas beribadah, enggan berinfak, membuat kerusakan dimuka bumi dengan dalih melakukan perbaikan, mencela orang yang taat dan saleh, senang menyebarkan berita dusta, menyuruh kemungkaran dan mencegah kema’rufan, mengolok-ngolok al-Qur’an dan Sunnah, melarikan diri dari perperangan, tidak memiliki kepedualian terhadap nasib kaum Muslimin.

Table

Indikator-indikator orang munafik

Yang Tidak Bisa Diangkakan

Yang Bisa Diangkakan

Ø tidak memahami ajaran agama

Ø senang malihat penderitaan dan dengki melihat kebahagiaan orang lain

Ø lebih memperhatikan penampilan zahir daripada penampilan batin

Ø bersembunyi dari manusia dan menantang Allah dengan dosa

Ø sedikit berzikir

Ø lupa kepada Allah

Ø mengingkari takdir

Ø mencari perlindungan selain Allah

Ø mempermainkan keimanan

Ø enngan bertaubat

Ø membeli kesesatan dengan petunjuk

Ø tidak mau tunduk kepada hukum Allah

Ø Suka berdusta

Ø suka memamekan amalnya

Ø takabur

Ø bersumpah palsu

Ø meninggalkan salat berjama’ah

Ø bakhil

Ø khianat

Ø suka melakukan tipu daya

Ø mencaci maki orang lain

Ø mempercepat salat

Ø malas beribadah

Ø enggan berinfak

Ø membuat kerusakan dimuka bumi dengan dalih melakukan perbaikan

Ø mencela orang yang taat dan saleh

Ø senang menyebarkan berita dusta

Ø menyruh kemungkaran dan mencegah kema’rufan

Ø mengolok-ngolok al-Qur’an dan Sunnah

Ø melarikan diri dari perperangan

Ø tidak memiliki kepedualian terhadap nasib kaum Muslimin

III. Akibat-Akibat

Akibat-akibat yang diterima orang minafik dari segala perbuatan yang dilakukannya bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat bagi dirinya sendiri dan akibat perbuatannya terhadap orang lain.

Akibat bagi diri orang munafik itu sendiri dibagi dua juga, yaitu:

a) Akibat yang berasal dari Allah Swt

Misalnya; dihukumi kafir terdapat di dalam QS. Annisa ayat 142 dan Surat An-Nur ayat 47), dihukumi fasik (QS. At-taubah : 67), Allah melarang mensalati jenazah orang munafik (QS. At-Taubah : 48 dan 80), seluruh amalan mereka sia-sia (QS. At-Taubah 69), mereka ditempatkan dineraka paling bawah (QS. An-Nisa’ : 45), dilaknati Allah Swt (QS. At-Taubah: 68), anak dan hartanya akan mengazab dirinya ((QS. At-Taubah : 85), dihinakan oleh Allah di akhirat (QS. At-Taubah : 79), diazab di dunia dan akhirat (QS. At-Taubah : 74).

b) Akibat yang berasal dari manusia (orang disekitarnya)

Misalnya; orang akan mengucilkan mereka dari pergaulan, pergaulannya menjadi sempit, tidak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, tidak bisa mengembangkan dirinya di dalam masyarakat, temannya sedikit, orang tidak akan mau menolongnya walaupun dia benar-benar butuh pertolongan, dll.

Akibat yang berdampak pada orang lain:

Ø Menimbulkan kerusakan, melakukan kejahatan, dan suka berbuat malapetaka

Ø Orang munafik akan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat

Ø Orang munafik akan menjadi virus yang siap untuk merusak masyarakat

Ø Tatanan masyarakat yang baik akan hancur karena perbuatan orang-orang munafik

Ø Perbuatan orang munafik akan menimbulkan perpecahan di tengah-tengah masyarakat

Ø Perbuatan orang munafik akan menimbulkan kerugian orang disekitarnya, dll.

IV. Contoh Kasus

Dari dulu hingga sekarang sekarang Negara Indonesia sering dihadapkan pada masalah yang cukup besar yaitu, masalah korupsi dikalangan pejabat negara. Belakangan ini mencuat masalah korupsi dana talangan di Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan oleh aparat penegak hukum. Untuk menangani kasus ini dibuat tim khusus yang dipilih melalui hak angket Bank Century oleh anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Namun masyarakat tidak sepenuhnya bisa menerima keberadaan ketua terpilih dari tim khusus yang menangani kasus ini. Ini menandakan ketidak percayaan masyarakat terhadap individu yang bersangkutan karena masyarakat mengetahui bahwa ketua tim terpilih pernah mengalami kasus korupsi pada decade waktu yang lalu. Namun, dia lolos dari jeratan hukum.

Opini baru bermunculan ditengah-tengah masyarakat yang menganggap Wakil Presiden dan Menteri Ekonomi yang sekarang berada dalam kabinet telibat dalam kasus korupsi dana talangan yang terjadi di Bank Century. Masyarakat menuntut pejabat yang bersangkutan mengundurkan diri atau dinon-aktifkan dari jabatannya sampai kasus ini selesai. Sekali lagi ini menggambarkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pejabat negara.

Tentu ini bukan satu-satunya masalah di negeri ini yang pernah terjadi. Mungkin sudah puluhan bahkan ratusan masalah korupsi terhjadi di negeri ini, mulai dari korupsi kecil-kecilan sampai kepada yang besar. Semakin banyak koruptor yang ditangkap, maka semakin banyak pula muncul koruptor-koruptor baru yang siap beraksi yang kemudian kita ketahui beritanya melalui media masa. Yang melakukan tindak korupsi bukanlah masyarakat biasa, tetapi para pejabat negara yang diberi amanah untuk menjalankan tugasnya. Misalnya para menteri, anggota perwakilan rakyat, bahkan para pejabat yang berada di kalangan Departemen Agama pun banyak yang melakukan korupsi seperti kasus Dana Abadi Umat (DAU) yang di korup oleh menteri agama pada periode pemerintahan yang lalu.

Dari kasus-kasus yang ada kita bisa mengambil kesimpulan rendahnya akhlak para pejabat negara ini. Dan terbukti bahwa mereka adalah orang munafik yang siap mengerogoti bangsa ini perlahan-lahan. Betapa banyak diantara mereka yang berjanji manis pada masyarakat saat kampanye pemilu, menjanjikan ini dan itu. tapi kenyataannya saat mereka menduduki bangku kekuasaan mereka lupa dengan janji mereka dan ironinya mereka malah memakan uang rakyat untuk memuaskan kebutuhan pribadi mereka, orientasi mereka menjadi orientasi untuk mencari keuntungan pribadi bukan untuk menguntungkan masyarakat, membela rakyat, dan menyuarakan suara rakyat.

Phenomena korupsi bukan hanya terjadi saat ini atau hanya di Negara Indonesia saja. Tetapi, beberapa waktu yang lalu dan pada negara yang berbeda-beda, korupsi di kalangan pejabat negara menjadi penyebab utama kehancuran negara mereka.

Sebetulnya maslah ini bisa saja selesai dan jelas penyelesaiannya. Jika, orang yang merasa bertanggungjawab atas masalah ini mau mengaku dan terus terang tanpa menyembunyikan sedikitpun bukti-bukti yang sangat penting. Tapi mereka takut dan sangat cemas untuk jujur pada publik sehingga mereka memilih untuk berdusta kepada publik dengan memainkan kata-kata untuk menyembunyikan kesalahan mereka. Dalam hal ini mereka bukan hanya berdosa kepada manusia tapi juga menyebabkan mereka kafir kepada Allah karena mereka lebih takut kepada hukumnya manusia daripada hokum Allah. Dan mereka mengingkari bahwa Allah melihat semua perbuatan mereka yang disembunyikan kepada manusia.

Cirri-ciri orang munafik yang jika berkata bohong, diberi amanah ia khianati, dan bila berjanji diingkari. Melekat pada diri seorang koruptor, sehingga apabila Negara ini dipegang oleh orang-orang yang bersifat nifaq maka negara ini perlahan-lahan akan hancur.

V. Kesimpulan

Nifak merupakan sifat yang buruk atau tercela (mazmumah). Apabila sifat ini melekat pada individu maka ia bisa menjadi perusak bagi individu itu sendiri, agamanya, imannya, masyarakat, dan Negara. Nifak termasuk juga ke dalam patologi kepribadian dari sudut pandang kepribadian Islam. Karena nifak merupakan akibat dari kondisi kejiwaan cemas (anxiety) yang berlebihan, baik terhadap dirinya maupun orang lain. Sehingga orang munafik tidak mampu mengungkapkan situasi yang sebenarnya agar dia merasa aman. Dia menjadikan nifak sebagai defense mechanismnya. Padahal nifak merupakan penyakit jiwa yang akan membahayakan dirinya dan juga orang lain.

Nifak bisa di ukur dengan statistik atau tanpa statistik berdasarkan bentuk indikator-indikatornya. Karena ada indikator nifak yang bisa dihitung dan ada yang tidak bisa dihitung. Yang bisa dihitung bisa dilihat dari intensitas kemunculannya, sedangkan yang tidak bisa dihitung merupakan indikator yang berkaitan dengan perbuatan hati (abstrak) dan tidak bisa diangkakan.

VI. Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu. 1991. Dosa Dalam Islam. Jakarta : PT Rineke Cipta.

Al-Quranul Karim dan Terjemahan

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 1999. Bulughul Maram. Bandung : CV Ponogoro.

Al-Mansor, Ansory. 1998. 48 Macam Perbuatan Dosa. Jakarta : Fajar Interpratama Offset.

Kauma, Fuad. 1997. 35 Karakter Munafik. Yogyakarta : Mitra Pustaka.

Mujib, Abdul. 2006. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta : PT Rajagrapindo Persada.

Meraih Kesuksesan Prophetic

“Meraih Kesuksesan Prophetic

Oleh: Syahri Ramadhan Tadun, Mahasiswa Psikologi UIN Sunan KaIijaga (dimuat pada buletin jum'at Al-Rasikh tanggal 29 januari 2010)

Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.(QS Al-Baqarah: 200-201)

Sebagai seorang Muslim kita dianjurkan untuk mempergunakan waktu sebaik mungkin karena merugilah bagi orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya (QS. AL-‘Ashr 1-3). Rasul juga mengajarkan kepada untuk meningkatkan kualitas amal ibadah kita setiap hari karena orang yang amal ibadahnya hari ini sama dengan hari kemaren adalah orang yang merugi dan orang yang amal ibadahnya hari ini lebih baik dari hari kemaren adalah orang yang beruntung. Pepatah Arab mengatakan “Waktu itu laksana pedang, jika kamu tidak memamfaatkannya maka ia akan menebasmu”. Maka merupakan suatu kebijaksanaan jika kita meningkatkan kualitas amal ibadah kita dari waktu ke waktu. Untuk mencapai kualitas kesuksesan yang berorieantasi bukan hanya pada kehidupan dunia tapi juga untuk kehidupan akhirat atau boleh saya sebut dengan “Kesuksesan Prophetic” maka Islam telah mengajarkannya kepada kita.

“Sukses”, siapa sih yang tidak familiar dengan kata yang satu ini? Setiap orang pasti ingin menjadi orang yang ingin sukses, baik itu sukses dalam belajar, sukses dalam membina keluarga, sukses dalam berusaha, sukses dalam karier, dll. Tapi tidak semua orang bisa meraih yang namanya ‘sukses’. Bisa jadi ini terjadi karena diferensiasi metode yang dilakukan orang dalam meraih sukses dan tingkat ketekunan dan kegigihan (keistiqomahan) mereka. Orang yang bisa meraih kesuksesan dalam hidupnya pasti akan senang dan selalu optimis, begitu juga sebaliknya orang yang gagal dalam hidupnya akan pesimis dalam menjalani hidup. Karena itulah watak manusia, mereka tidak bisa mengambil pelajaran (i’tibar/faedah) dibalik realita. Dilain sisi, orang pada umumnya mengidentikkan sukses dengan kebebasan financial, punya asset yang banyak, penghasilan diatas 50 juta perbulan, punya rumah dan mobil mewah. Itukan hanya persepsi nafsu duniawi belaka, tapi realitanya banyak mereka yang punya banyak asset, penghasilan diatas 50 juta perbulan, rumah dan mobil mewah tapi hati mereka tidak tenang setenang seperti apa yang orang miskin banyak pikirkan, jiwa mereka penuh dengan was-was. Namun, tidak sedikit orang yang hidupnya sederhana bisa ‘sukses’ dalam hidupnya, hatinya tenang dan bahagia.

Nah, sekarang bukan saatnya lagi pola pikir kita dikuasai dengan yang namanya ‘sukses berarti finansial’ tapi bukan berarti kita menafikan pentingnya financial, bahkan sangat penting. Oleh karena itu kita harus berhijrah metode meraih sukses dari ‘persepsi financial, duniawi, dan nafsu belaka’ kepada sukses dengan ‘kekuatan spriual’ yang akan mengantarkan hidup kita ‘sukses financial’ dan sukses ‘jiwa’ artinya balance antara duniawi dan ukhrawi.

Langkah sukses pertama, istifaedah, orang bijak selalu bilang “semua peristiwa itu ada hikmahnya”, dalam al-Quran Allah ta’ala juga berfirman” Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (Qs Al-Hasyr: 2). Allah ta’ala tidak pernah sia-sia dalam menciptakan segala sesuatu. Dia menciptakan surga supaya manusia cenderung kepadaNya, Dia menciptakan neraka supaya manusia takut dengan siksaaan-Nya dan senantiasa menjauhi dosa, Allah ta’ala menciptakan manusia yang jahat agar manusia yang hasan bisa menasehati dan saling tolong menolong untuk kebaikan dan taqwa (lihat QS Al-Maidah: 2). Begitu juga kita dalam menghadapi kehidupan dibalik kegagalan yang kita hadapi pasti ada hikmahnya dan dibalik kesuksesan yang kita miliki juga ada hikmahnya karena Allah ta’ala tidak mungkin menciptakan sesuatu tanpa hikmah. Maka, hanya orang-orang yang memiliki wawasan (ilmu) lah yang bisa mengambil faedah dibalik realita kehidupan.

Kedua, istiqamah atau teguh pendirian, roda kehidupan memang tidak selalu berada di atas terkadang kita berada di bagian bawah, badai disertai angin kencang dan hujan selalu menerjang biduk kehidupan yang kita tumpangi, sehingga membuat kita oleng kekiri ataupun kekanan, terkadang biduk kita hampir tenggelam bahkan ada yang tenggelam karena terpaan badai yang kuat dan besar. Namun, orang yang optimis, pantang menyerah dan teguh pendirian akan berusaha sekuat tenaga mencapai pulau sukses mereka “patah dayungnya mereka gunakan tangan sebagai penggantinya, robek layarnya mereka ganti dengan baju mereka, tenggelam biduk mereka, mereka berenang mengarungi lautan walaupun terkadang terombang ambing terhempas ombak”. Orang sukses semuanya berangkat dari perjuangan kecil yang mereka rintis, ini realita kalu kita belajar dari orang-orang sukses yang ada di Indonesia boleh kita lihat biografi mereka, ada yang sekolah sambil jualan di pasar, jadi buruh, jualan gorengan sambil sekolah, dll. Atau para pengusaha yang sukses mereka terkadang juga ada yang bangkrut alias gulung tikar, tapi mereka berusaha bangkit dan bangkit. Ingatlah, tidak semua orang mengarungi samudra dengan kapal yang besar, tapi banyak diantara mereka yang mengarungi samudra dengan biduk kecil, namun mengapa mereka berhasil? Jawabannya “istiqamah”, Allah ta’ala berfirman “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka sendiri yang merubah nasibnya”.(QS Ar-Ra’ad: 11).

Ketiga, istisyarah, Allah ta’ala berfirman di dalam al-Qur’an “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.(QS As-Syura: 38). Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa merupakan suatu kewajiban untuk bermusyawarah dalam urusan dunia. Dalam bermusyawarah akan muncul solusi-solusi bermutu dan ide-ide cemerlang yang bisa membantu penyelesaian masalah, karena Allah ta’ala akan membukakan jalan permasalahan bagi siapa yang mengharap rahmat dari musyawarah itu. Orang Minang punya pepatah “duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang” artinya menyelesaikan masalah tanpa musyawarah itu sulit, tapi jika dengan musyawarah masalah itu cepat terselesaikan. Pepatah ini senada dengan apa yang Allah perintahkan dalam al-Qur’an “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu”. (QS Al-Mujadalah: 11).

Keempat, istikharah, hidup itu terkadang pilihan, dalam perkara apaupun kita selalu dihadapkan kepada pilihan. Masing-masing pilihan mesti punya konsekwensi yang terkadang kita ragu dalam menentukan pilihan kita karena mempetimbangkan konsekwensi dari pilihan itu. Banyak orang menyesal setelah mereka menentukan pilihan mereka dan gagal bahkan mereka mengumpat diri mereka sendiri. Ini tentu sangat berbeda dengan orang yang ‘istikharah’, dalam menentukan pilihan mereka selalu meminta pertolongan Allah ta’ala. Kalau pilihan mereka itu berakibat baik pada diri mereka maka mereka akan bersyukur pada Allah ta’ala, tapi jika pilihan mereka itu membuat mereka rugi atau buruk bagi mereka, mereka tetap sabar dan yakin bahwa dibalik realita ini pasti Allah mempersiapkan kebaikan yang banyak. Itulah bedanya orang yang istikharah dan yang tidak. “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)”. (QS Al-Qashas: 68). Oleh karena itu, bawalah Allah setiap anda menentukan pilihan, insya Allah anda akan mendapatkan kebaikan yang banyak.

Kelima, istijabah, kewajiban manusia adalah berikhtiar (berusaha), apa yang menjadi hasilnya nanti adalah urusan Allah ta’ala. Namun disamping itu kita juga harus beristijabah (berdo’a/memohon) kepada Allah ta’ala sebagai penguat ikhtiar yang telah kita usahakan. Beristijabah kepada Allah ta’ala merupakan suatu ibadah sebagaimana perintah Allah “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.(QS Al-Mu’min: 60) (yang dimaksud menyembah-Ku adalah beribadah kepada-Ku). Disurat lain Allah ta’ala juga berfirman ” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.(QS Al-Baqarah: 186).

Sebagai seorang Muslim yang menjadi patokan kesuksesan kita adalah Rasulallah saw. Dan para sahabat-sahabatnya, misalnya Umar ra memiliki 70.000 property, Usman ra memiliki property disepanjang wilayah Aris dan Khibar, belum lagi sahabat Abdurrahman bin Auf, Amru bin Ash, Zubair, dan Mu’awiyah, dll. Kesuksesan mereka bukan hanya diakui secara duniawi saja melainkan juga secara ukhrawi mereka adalah para ahli sorga yang Allah janjikan atas mereka. “Bukanlah kaya (sukses) orang yang banyak hartanya, tapi orang yang kaya (sukses) adalah orang yang kaya jiwanya” (HR Bukhari & Muslim dari Abi Hurairah ra).